Cyber Law
Sabtu, 21 Juni 2014
Cyber Law
1. Sejarah Cyber
Law
Cyberlaw adalah hukum yang
digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan
Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak
negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan
komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. Cyber Law juga didefinisikan
sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai
aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi).
Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace. Cyberspace
berakar dari kata latin Kubernan yang artinya menguasai atau
menjangkau. Karena ”cyberspace”-lah yang akan menjadi objek atau concern
dari ”cyber law”.
Ruang
lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan,
hacking, virus, akses Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural
(Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi,
perampokan, perlindungan konsumen dan lain-lain. Perkembangan Cyber Law di
Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum
meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika
Serikat yang menggunakan telah internet untuk memfasilitasi seluruh aspek
kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika
Serikat pun sudah sangat maju.
2. Pengertian Cyber Law
Cyberlaw merupakan
istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Yaitu hukum yang digunakan di dunia
cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Cyberlaw dibutuhkan
karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan
waktu". Sementara jaringan komputer dan
internet telah mendobrak batas ruang dan waktu tersebut .Meskipun alat
buktinya berbentuk virtual dan bersifat elektronik kegiatan cyber adalah
kegiatan virtual yang berdampak nyata
Cyberlaw akan memainkan
peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu
sebuah perangkat aturan main didalamnya (virtual world).
Dari sini lah Cyberlaw
bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi
kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu dengan maraknya kegiatan cybercrime.
3. Tujuan Cyber Law
Cyber Law digunakan
untuk membedakan mana cyber activity yang bersifat legal dan
mana yang tergolong tindak kejahatan dunia maya (cyber crime) atau
pelanggaran kebijakan (policy violation).
Cyberlaw
sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun
penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses
penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan
komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
4. Ruang Lingkup Cyber
Law
Menurut
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang
lingkup cyber law yaitu sebagai berikut:
1. Copy
Right (Hak Cipta)
2. Trademark
(Hak Merk)
3. Defamation
(Pencemaran Nama Baik)
4. Hate
Speech (Fitnah, Penghinaan)
5. Hacking,
Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
6. Regulation
Internet Resource
7. Privacy
8. Duty
Care (Prinsip Kehati-hatian)
9. Criminal
Liability
10. Procedural
Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll)
11. Electronic
Contract (kontrak elektronik dan di tanda tangan digital)
12. Pornography
13. Robbery
(Pencurian)
14. Consumer
Protection (Perlindungan konsumen)
15. E-Commerce,
E- Government
5. Topik-topik cyber
law
Secara garis besar ada
lima topik dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
· Information
security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas
dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah
kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
· On-line
transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang
melalui internet.
· Right
in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna
maupun penyedia content.
· Regulation
information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang
dialirkan melalui internet.
· Regulation
on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet
termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi
hukum.
6. Asas-asas cyber law
The
Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a. Asas
Subjective Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan
penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain.
b. Asas
Objective Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat utama perbuatan
itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang bersangkutan.
c. Asas
Natonality adalah hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
d. Asas
Passive Natonality adalah Hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban.
e. Asas
Protective Principle adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk
melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya.
f. Asas
Universality adalah yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang
dianggap sangat serius seperti pembajakan dan terorisme (crime against
humanity).
7. Undang-undang
Cyberlaw di Indonesia
Cyberlaw atau
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di
Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE
terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya.
Sejak satu dekade terakhir
Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun
berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas
user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan
Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia. Sebagai salah satu
bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Terdapat
sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam
UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal
tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger atau peselancar
internet tanpa disadari.
· Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) ( pasal 27-37 ), yaitu:
1. Pasal
27 tentang Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan
2. Pasal
28 tentang Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan
3. Pasal
29 tentang Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti
4. Pasal
30 tentang Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking
5. Pasal
31 tentang Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi
6. Pasal
32 tentang Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia
7. Pasal
33 tentang Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
8. Pasal
35 tentang Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising)
9. Pasal
36 tentang perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 27-Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain
10. Pasal
37 tentang perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27-Pasal 36
di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah
yurisdiksi Indonesia.
· Pasal UU ITE yang
membahayakan Blogger
Ø Pasal 27 ayat (1)
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.”
Ø Pasal 27 ayat (3)
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan
dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.”
Ø Pasal 28 ayat (2)
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).”
Atas
pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat
sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal dibawah ini.
Ø Pasal 45 ayat (1)
“Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ø Pasal 45 ayat (2)
“Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ø Pasal 46
1) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
3) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Ø Pasal 48
1) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3) Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).